Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran menyampaikan, rencana impor beras 500 ribu ton dalam mencukupi kebutuhan cadangan beras pemerintah, bakal mengatasi ancaman ketahanan pangan nasional. Sebab menurutnya, stok beras Bulog saat ini sudah dalam kondisi yang rendah. Kata dia, ancaman itu bakal terjadi apabila Perum Bulog tidak bisa menambah stok beras hingga 1,2 juta ton sampai akhir tahun dari stok sebesar hampir 600 ribu ton per 22 November 2022. Sementara, lanjut Hasran, Bulog mengalami kesulitan dalam menyerap beras dalam negeri mengingat harga gabah yang sudah lebih tinggi dari harga beli Bulog, sekitar Rp 4.200 per kilogram.
"Impor beras yang terencana dan didasarkan atas perkiraan produksi dan harga di dalam negeri, dan bukan impor yang sifatnya reaktif, akan dapat mencegah terjadinya ancaman kekurangan stok beras nasional Perum Bulog seperti yang terjadi sekarang ini," kata Hasran dalam keterangannya, dikutip Sabtu (10/12/2022). Dikatakan Hasran, solusi impor beras yang dilakukan secara terencana merupakan hal penting, mengingat ketersediaan cadangan beras tidak mencukupi hingga waktu panen mendatang. "Impor juga merupakan solusi logis mengingat harga beras nasional cenderung masih lebih mahal dibandingkan di pasar internasional, termasuk di beberapa negara tetangga seperti Filipina dan Thailand," tuturnya.
Lebih lanjut, Hasran mengatakan proses produksi beras Indonesia disebutnya belum efisien, sehingga hal itu sebagai dampak naiknya harga beras. "Melihat urgensi perlunya kepastian Perum Bulog memiliki stok yang mencukupi, seharusnya pemerintah mempertimbangkan opsi impor beras selain penyerapan dari dalam negeri," ujar Hasran. Dikatakan Hasran, CIPS merekomendasikan upaya peningkatan produktivitas pangan dan peningkatan kapasitas petani agar terus dilakukan. Termasuk dengan adopsi teknologi pertanian, modernisasi dan menarik investasi di bidang pangan dan pertanian.
"Proses produksi yang efisien merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya saing beras dalam negeri," tegasnya.